Markus, Anak Penjual Gado-gado Kini Punya Enam Pabrik
Table of Contents
Kemauan untuk belajar dan total 
memanfaatkan kesempatan menjadi kunci kesuksesan Markus Maturo dalam 
menjalankan bisnis. Mengawali karier dari nol sebagai seorang salesman, 
kini Markus telah menjadi juragan enam pabrik.
Mengalir bak air 
di sungai. Itu gambaran perjalanan karier Markus Maturo, pemilik 
Adyawinsa Group. Meski tidak pernah bermimpi menjadi pengusaha, 
ternyata, saat ini dia sukses berbisnis dengan memiliki sedikitnya enam 
pabrik.
Lewat bendera Adyawinsa Group, Markus mengelola usaha di 
bidang otomotif dan nonotomotif. Di bidang otomotif, dia memiliki empat 
pabrik, yakni dua pabrik stamping bernama PT Adyawinsa Dinamika Karawang
 dan PT Adyawinsa Stamping Industries, satu pabrik pengolahan plastik 
bernama PT Adyawinsa Plastic Industries Karawang, dan satu pabrik 
interior mobil Adyawinsa New World Autoliner yang beroperasi di 
Thailand.
Di luar otomotif, Markus memiliki dua pabrik. Satu 
pabrik bergerak di bidang telekomunikasi bernama PT Adyawinsa 
Telecommunication & Electrical dan satu pabrik di bidang solar panel
 bernama PT Adyawinsa Electrica & Power.
Sedikitnya, ada 65 
perusahaan yang sudah bermitra dengan Adyawinsa Group. Antara lain 
Suzuki, Daihatsu, General Motor Indonesia, Mitsubishi, Toyota, Meiwa 
Indonesia, Sharp, Philips,Toshiba, Panasonic, Telkom Indonesia, Spinner,
 Indosat, Ericsson, Huawei, dan SCS Agit.
Melihat luasnya bidang 
usaha Adyawinsa Group, mungkin Anda mengira ini kelompok usaha milik 
keluarga konglomerat. Salah. Adyawinsa Group bukan warisan keluarga. 
Markus sendiri yang membangun grup usaha ini dari nol. Selulus dari 
Akademi Teknik Mesin Indonesia (ATMI) Solo, Jawa Tengah, pada 1991, dia 
bekerja sebagai kepala proyek di perusahaan konstruksi. “Orang tua mau 
membiayai saya kalau saya kuliah di ATMI,” kata anak penjual gado-gado 
ini.
Markus hanya bekerja di Solo selama enam bulan. Sebab, ia 
diminta untuk bergabung di perusahaan sang kakak bernama PT Enceha 
Pacific yang saat itu bergerak di bidang perdagangan epoxy tooling. 
“Saya jadi tenaga penjual,” kenangnya.
Selama menjadi salesman, 
Markus sering berinteraksi dengan perusahaan komponen otomotif. Hingga 
pada suatu hari, dia bertandang ke satu pelanggan: Inoac Indonesia, 
perusahaan yang memproduksi jok dan interior mobil. “Engineer Inoac 
sedang pusing saat itu karena komponen stay headrest pesanan Toyota 
banyak yang direjek,” tutur suami dari Ariyanti Koswara ini.
Inoac
 pun menawari Markus memproduksi komponen tersebut. Karena merasa tidak 
memiliki peralatan produksi, ia menanyakan alamat pemasok stay headrest 
yang ada di Tangerang dan Cibubur. “Saya pun membeli 10 biji di 
Cibubur,” kenang lelaki kelahiran Kroya, Jawa Tengah, 2 Maret 1970 ini.
Hanya mengamplas
Komponen
 yang Markus beli memang seret ketika dimasukkan ke stoper. Dia pun 
berinisiatif untuk mengampelasnya. “Mereka puas. Order pun ditambah 
menjadi 100 biji. Saya masih ampelas sendiri. Hingga akhirnya, mereka 
pre-order hingga 1.000 biji,” katanya. Markus lantas merekrut 
pengangguran di sekeliling rumahnya. Sembari memenuhi order, dia tetap 
bekerja di perusahaan sang kakak.
Ketika order meningkat hingga 
10.000 biji, mau tidak mau, Markus harus meningkatkan produksi. Tahun 
1994, bermodal Rp 25,7 juta, dia membeli beberapa mesin pres dan mesin 
bubut. “Karena sudah ada karyawan, saya keluar dari pekerjaan sebagai 
sales,” kata Markus yang memulai usahanya di garasi berukuran 120 meter 
persegi (m²) milik sang kakak.
Tahun 1995, Mitsubishi memesan 
beberapa komponen untuk mobil keluaran baru mereka, yaitu Mitsubishi 
Kuda. “Awalnya mereka ragu dengan lokasi usaha saya yang dekat pemukiman
 warga. Mereka minta saya pindah ke kawasan industri,” katanya.
Mitsubishi
 pun memberikan order dan uang muka yang oleh Markus dipakai untuk 
membeli lahan seluas 1.400 m² di Jababeka. “Proses pembangunan pabrik 
butuh waktu 18 bulan. Selama itu, saya tetap produksi di garasi,” 
katanya. Tahun 1996, orderan datang lagi dari General Motor yang akan 
meluncurkan Opel Blazer, mereka meminta dibuatkan cover engine.
Usaha
 Markus terus berkembang, komponen otomotif yang dia produksi pun 
semakin banyak. Hingga, akhirnya, dia mendapatkan order dari Philips 
untuk memproduksi komponen rumah lampu (armatur). “Mesin yang kami 
miliki itu bersifat universal. Bisa untuk komponen otomotif maupun non 
otomotif,” jelasnya.
Bisnis Markus makin luas. Dia juga merambah dunia telekomunikasi dengan memasok komponen base transceiver station (BTS).
Seiring
 berkembangnya jenis produk dan meningkatnya pesanan, sampai sekarang 
Markus terus menambah pabrik. “Sejak tahun 2007, dalam setahun, minimal 
ada penambahan satu pabrik,” tuturnya. Tahun ini, dia akan menambah satu
 pabrik dan tahun depan akan menambah dua pabrik lagi. 
Akses Surabaya.Tribunnews.com
