
Tren bahasa alay terus merebak. Tak hanya di kalangan
anak muda, tetapi juga di antara orang dewasa. Bahasa pergaulan yang
mulai populer tahun 2009 ini pun masih saja ngetren sampai saat
ini dalam berbagai variasi. Bahasa ini makin masif karena media massa
memopulerkannya lewat iklan dan tayangan-tayangan.
Menanggapi fenomena ini, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan
Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Mahsun, tak
ambil pusing. Bahasa gaul anak muda ini tidak dinilainya sebagai suatu
permasalahan yang besar.
"Tidak apa-apa, biarkan saja!" katanya yang dituliskan Senin (29/10/2012).
Bahasa alay, lanjutnya, tak akan bertahan lama. Menurut Mahsun, tren ini hanya akan berkembang dalam rentang waktu terbatas saja dan tidak akan berefek buruk jika anak dan remaja tahu tentang posisi bahasa alay yang sebenarnya.
"Biarlah untuk sesaat dan hanya untuk kepentingan pergaulan anak muda. Selama kita dapat menumbuhkan kesadaran bahwa bahasa alay juga merupakan bagian dari varian bahasa kita, mereka pun tahu caranya berbahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai tempatnya," terang Mahsun dengan santai.
Menurutnya, sehebat apa pun bahasa di dunia pasti memiliki keberagaman, baik itu jenis, idiom, maupun tata bahasanya. Bahkan, setiap bahasa akan terus mengalami perkembangan dan perubahan. Hanya, para ahli bersepakat untuk memiliki satu standar bahasa yang nantinya dapat digunakan oleh suatu masyarakat tertentu. Dengan demikian, bahasa tersebut menjadi satu bahasa yang dimengerti banyak orang sehingga pesan satu sama lain dapat tersampaikan.
"Jadi, tidak bisa dihindari hal seperti itu. Tinggal kita tahu menempatkan posisi berkomunikasi seperti apa? Menjaga supaya tidak seenaknya berbahasa, juga menjaga pertumbuhan bahasa biar tidak liar," ujarnya lagi.
Mahsun menambahkan, masyarakat dan medialah yang justru memiliki peran yang sangat berpengaruh dalam menjaga standar bahasa yang sudah dimiliki. Masyarakat dapat membantu pemeliharaan bahasa dengan memeragakan penggunaan bahasa yang baik dan benar. Media pun dapat menjaga sajian bahasa lisan maupun tulisannya dengan benar.
(www.kompas.com)"Tidak apa-apa, biarkan saja!" katanya yang dituliskan Senin (29/10/2012).
Bahasa alay, lanjutnya, tak akan bertahan lama. Menurut Mahsun, tren ini hanya akan berkembang dalam rentang waktu terbatas saja dan tidak akan berefek buruk jika anak dan remaja tahu tentang posisi bahasa alay yang sebenarnya.
"Biarlah untuk sesaat dan hanya untuk kepentingan pergaulan anak muda. Selama kita dapat menumbuhkan kesadaran bahwa bahasa alay juga merupakan bagian dari varian bahasa kita, mereka pun tahu caranya berbahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai tempatnya," terang Mahsun dengan santai.
Menurutnya, sehebat apa pun bahasa di dunia pasti memiliki keberagaman, baik itu jenis, idiom, maupun tata bahasanya. Bahkan, setiap bahasa akan terus mengalami perkembangan dan perubahan. Hanya, para ahli bersepakat untuk memiliki satu standar bahasa yang nantinya dapat digunakan oleh suatu masyarakat tertentu. Dengan demikian, bahasa tersebut menjadi satu bahasa yang dimengerti banyak orang sehingga pesan satu sama lain dapat tersampaikan.
"Jadi, tidak bisa dihindari hal seperti itu. Tinggal kita tahu menempatkan posisi berkomunikasi seperti apa? Menjaga supaya tidak seenaknya berbahasa, juga menjaga pertumbuhan bahasa biar tidak liar," ujarnya lagi.
Mahsun menambahkan, masyarakat dan medialah yang justru memiliki peran yang sangat berpengaruh dalam menjaga standar bahasa yang sudah dimiliki. Masyarakat dapat membantu pemeliharaan bahasa dengan memeragakan penggunaan bahasa yang baik dan benar. Media pun dapat menjaga sajian bahasa lisan maupun tulisannya dengan benar.