Lima Perilaku Jelek Anak Akibat Kesalahan Orangtua
Daftar Isi
Dr Jim Sears, seorang dokter anak yang juga co-host acara The Doctors
mengungkapkan, ada lima perilaku akibat kesalahan pola asuh yang kerap
membuat orangtua frustasi. Kendati demikian, perlu strategi dan
beberapa koridor yang boleh dan tidak boleh dilakukan ketika berhadapan
dengan anak:
Anak Sok Bossy
Pasangan Laurie
dan Jim memiliki seorang anak perempuan, Haley, berusia 10 tahun. Suatu
ketika Ia membobol akun Facebook ibunya dan tak menyukai yang
ditemukannya di sana. Haley kemudian menjadi sangat waspada terhadap
ibunya, Ia kerap membaca pesan teks sang Ibu, tak menyukai pilihan
pakaian oleh Ibunya, dan kerap kecewa jika Ibunya pulang terlambat.
Ini menandakan sang anak kurang percaya pada ibunya dan seolah ingin
mengetahui setiap pergerakan Ibunya.
Sayangnya, sebagai orangtua
Anda tak bisa mengabaikan keinginan kontrol dari anak. Justru orangtua
harus menyadari apa yang telah dilakukan. Anda mungkin ingin mengamankan
status sebagai seorang Ibu juga otoritas sebagai orangtua. Namun jangan
sekedar soal kepentingan Anda saja, pertimbangkan pula kepentingan
anak.
Permasalahan ini sebaiknya diwaspadai dengan pemberian
password pada komputer maupun ponsel. Pelajari bagaimana menetapkan
batasan yang jelas terhadap anak. Jangan mengabaikan kontrol, amankan
status dan tegaskan otoritas.
Tukang Pilih Makanan
Seorang ibu dari anak berusia 9 tahun, Angela, mengatakan jika anaknya hanya makan makanan tertentu saja.
Diantaranya,
permen, kue, dan hidangan penutup, pasta, selai kacang dan sandwich
jelly, Sloppy Joes, hot dog, apel dengan selai kacang, dan yoghurt. Anak
tersebut menolak untuk mencoba sesuatu yang baru. Bahkan ketika
menghadapi makanan rumahan, anak menolak hebat, dan sering pergi
tidur tanpa makan. Angela khawatir ini akan berdampak kesehatan anak.
Menurut
dr. Sears, beberapa makanan yang tak bervariasi tersebut sebenarnya
masih cukup bernutrisi. Menurutnya ketika anak tidak begitu menyukai apa
yang disajikan padanya, sebaiknya orangtua tak mengambilnya terlalu
personal.
"Menurutku, sebaiknya sampaikan pesan `ini yang Ibu
sajikan tidak ada sajian lain, dan Ibu tidak akan membuat masakan lain'
dengan tanpa mengeluh. Jangan ada ganjalan dalam menyajikan makanan
untuk anak," ungkap Sears.
Orangtua harus menghadapi pertarungan
soal makan ini. Dijelaskan jika anak mengontrol 3 hal: apa yang mereka
ambil, apa yang mereka singkirkan dan apa yang mereka katakan. Mereka
memiliki banyak pilihan dalam hal ini dan inilah kekuatan mereka.
Terkadang orangtua harus menghadapinya, tapi jika perlu menghindari
perselisihan, 3 hal di atas dapat dihindari sebagai alternatif.
Anda
mungkin tidak akan dapat meramalkan gangguan makan yang dilakukan anak
namun jangan jadikan ini sebuah masalah besar. Ibaratnya, anak juga
akan makan apa saja yang disajikan di meja pada akhirnya. Setelah anak
menemukan yang disukai, dia akan melewati fase `pemilih' nya. Atau,
ajak anak ikut serta memilih makanannya sendiri. "Jika anak senang
berkuasa akan makanannya sendiri, ini akan menurunkan kecemasan dan
resistensi akan makanan," ungkap Sears lagi.
Si Pemilih Pakaian
Vicky
mengungkapkan, putrinya Raelee yang berusia 7 tahun, sangat selektif
terhadap pakaian dan sangat cerewet akan penampilan. Raelee kerap
melempar tantrum di pagi hari karena bingung memilah pakaian dan sepatu.
Apakah ini sebuah pertanda masalah? Sementara Vicky hanya ingin agar
putrinya bahagia tanpa harus terlalu khawatir dengan penampilannya.
Anak-anak
perempuan yang demikian adalah sebagian dari anak perempuan yang sangat
peduli akan penampilannya. Mereka kerap sangat memperhatikan hingga
detil di pakaiannya.
Sesekali orangtua perlu mempertimbangkan untuk
membatasi pilihan pakaian anak. Jika orangtua ikut-ikutan cemas, Anda
dapat memarahi anak dan anak menerima pesan jika dirinya tak cukup
pintar memilih pakaiannya sendiri. Anak-anak akan semakin terobsesi
dengan penampilannya.
Sears menyarankan agar Vicky meminta saran dan opini putrinya akan fashion sehingga dapat lebih fokus akan dirinya sendiri.
Fobia Binatang
Susan
mengatakan, putrinya yang berusia 6 tahun, takut terhadap semua hewan
dan serangga. Dia menolak untuk berjalan dari mobil ke rumah jika dia
melihat makhluk tersebut di halaman rumah. Fobia ini telah berlangsung
selama lima tahun, dan ia khawatir putrinya tak mampu menikmati hidupa
karena rasa takutnya.
Fobia sebenarnya hadir karena ketakutan akan
hilangnya kontrol. Sangat penting bagi orangtua untuk mengabaikan
ketakutan anak dengan membekalinya kekuatan, keahlian maupun kemampuan
untuk melawannya. Jika tak mampu, seorang terapis dapat membantu dengan
sebuah desensitisasi sistemik. Misal, jika merasa takut, anak perlu
bersantai dan tenang sembari menghadapi stimulus yang meningkat.
Ketakutan
ini dapat mulai muncul dari pikiran akan binatang tersebut. Lalu bisa
juga muncul karena melihat gambar si binatang. Kemudian muncul karena
melihat binatang yang ditakuti dalam jarak 3 hingga 12 meter. Sebuah
kabar baiknya, ini bukan merupakan sebuah gangguan mental maupun
penyakit jiwa. Ini akan dapat diredakan dengan beberapa terapi dalam
jangka waktu yang tak panjang. Bahkan menurut sebuah penelitian, ini
dapat diredakan dengan sebuah terapi dalam beberapa minggu.
Penasaran Akan Ciuman
Seorang
ibu bernama Laura, yang memiliki anak berusia 6 tahun kerap khawatir
ketika putranya kerap menyanyikan lagu "I kissed a girl". Saat sekolah
mengadakan pertemuan orangtua, Gurunya mengatakan sang putra pernah
tertangkap basah mencium beberapa teman wanita di sekolah. Apakah ini
masih bisa dikatakan normal?
Dijelaskan Dr Jim Sears, orangtua tak
perlu terlalu khawatir akan hal ini. "Saat anak berusia 6 tahun dan
mencium teman sebayanya, ini hanyalah sebuah reaksi akan sikap penasaran
anak terhadap ciuman," ungkapnya. Ini ibaratnya, anak mencium hidung
teman-temannya tanpa sopan.
Namun sebaiknya jangan terlalu bereaksi
berlebihan. Kendati, orangtua perlu mengajarkan batas-batas perilaku
yang sopan dan tidak sopan. Dan, untuk menjembatani rasa ingin tahu
anak, coba diskusikan sesekali tentang makna ciuman. Anda bisa
melibatkan beberapa buku sebagai referensi agar anak semakin mengerti
mengenai perilaku yang dilakukannya.
"Anak-anak perlu tahu
batasan, mana yang kurang sopan, kasar dan kurang pantas dilakukan.
Namun jangan permalukan anak akan hal ini. Dan, jika mereka memiliki
rasa penasaran, pastikan mereka cukup keberanian untuk mendiskusikannya
dengan orangtua," ujar Sears.
Sumber : www.tribunnews.com
Posting Komentar