Sebelum menjadi pengusaha rumah makan yang
sukses, Mas Mono pernah menjadi office boy. Bahkan, ia juga menjadi
kenek bus dan pedagang asongan.

Saat ini, Mas Mono (38) memiliki lebih dari 20 cabang rumah makan Ayam Bakar Mas Mono. ”Berawal dari bisnis kuliner ini, alhamdulillah saya punya lahan usaha lainnya,” akunya.
Kesuksesan mengelola dan mengembangkan usaha membuat Mas Mono banyak mendapatkan penghargaan di bidang entrepreneur. Beberapa penghargaan yang diraih antara lain Icon Success Entrepreneur 2009 dari Wapres Jusuf Kalla, Top Entrepreneur (Majalah Business Opurnity), Juara 1 UKM Entrepreneur Award 2010 (Menteri Koperasi & UKM RI), The Best Mentor Entrepreneur University (Jakarta), Franchise Best Seller 2010 – IFA Award 2010 (Majalah Info Franchise), dan Duta 100% Cinta Produk Indonesia (Menteri Perdagangan).
Meski hanya tamatan SMA dan tak pernah merasakan bangku kuliah, ia menjadi mentor entrepreneur
di beberapa universitas dan perusahaan besar. ”Saya ini lulusan SMA,
tapi sekarang saya malah memberi materi buat banyak orang,” ucapnya
bangga.
Awal
Tak ada yang mengira bila pria kelahiran Madiun, 28 Agustus 1974 ini akan menjadi orang sukses, termasuk Mas Mono sendiri. ”Saya tidak pernah berpikir atau bermimpi punya bisnis sebesar ini. Mendapatkan kerja dan uang sendiri saja sudah alhamdulillah,” kenangnya.
Tak ada yang mengira bila pria kelahiran Madiun, 28 Agustus 1974 ini akan menjadi orang sukses, termasuk Mas Mono sendiri. ”Saya tidak pernah berpikir atau bermimpi punya bisnis sebesar ini. Mendapatkan kerja dan uang sendiri saja sudah alhamdulillah,” kenangnya.
Lulus SMA tahun 1994 lalu, Mas Mono pindah ke Jakarta. Ia tinggal
bersama kakak pertamanya. ”Saya tak kuliah karena orangtua tak bisa
membiayai,” kenang anak ke 5 bersaudara dari 6 bersaudara.
Di Jakarta, Mas Mono tentu tak langsung mendapatkan pekerjaan. Karena
tak mendapat pekerjaan seperti yang diinginkan, Mas Mono mulai mencari
pekerjaan apa saja asal halal. Ia pernah menjadi kernet bus, angkutan
kota, dan pedagang asongan.
Cukup lama Mas Mono menjalani pekerjaannya yang tak menentu. Sampai akhirnya tahun 1999, Mas Mono mendapat pekerjaan menjadi office boy. Namun di tempat itu, Mas Mono hanya bertahan 2 tahun. Dia ingin berdagang.
Berbekal modal Rp 500 ribu, Mas Mono membeli gerobak dan bahan
gorengan. Dari usaha jualan gorengan keliling, Mas Mono mendapat
penghasilan Rp 15 – 20 ribu per harinya. Ketika melihat salah seorang
pemilik warung kaki lima yang berjualan ayam bakar cukup sukses, Mas
Mono tertarik mengikuti jejaknya. Setelah ’berguru’ dari pemilik warung
itu, Mas Mono memutuskan berjualan ayam bakar keliling.
Perjuangan
Hari baru Mas Mono sebagai pedagang ayam bakar keliling pun dimulai. Dengan penuh semangat, Mas Mono berjalan menyusuri kawasan Pancoran dari pagi hingga malam hari. Namun, hari pertama menjajakan dagangan, gerobaknya terguling. ”Itu terjadi ketika saya melewati jalan menanjak. Mungkin, saya hilang keseimbangan,”
Hari baru Mas Mono sebagai pedagang ayam bakar keliling pun dimulai. Dengan penuh semangat, Mas Mono berjalan menyusuri kawasan Pancoran dari pagi hingga malam hari. Namun, hari pertama menjajakan dagangan, gerobaknya terguling. ”Itu terjadi ketika saya melewati jalan menanjak. Mungkin, saya hilang keseimbangan,”
Tentu saja perlengkapan dagang hari pertamanya itu hancur berantakan.
Bagi para pedagang, musibah yang terjadi pada hari pertama mengawali
usaha dianggap pertanda sial. Namun bagi Mas Mono, hal itu justru
firasat baik yang akan membuahkan hasil. ”Saat itu saya positif thinking saja. Ayam yang jatuh saya bersihkan dan kembali dijual,” ucapnya sambil tertawa.
Hari-hari berikutnya usaha ayam bakar keliling Mas Mono mulai
menunjukkan hasilnya. Sebulan kemudian, Mas Mono tak lagi berkeliling
menjajakan dagangannya. Ia mendapat tempat yang strategis di depan
kampus di bilangan Jalan Soepomo, Jakarta Selatan.
Saat usahanya tengah berkembang, ujian kembali datang. Lapak ayam
bakar Mas Mono harus dirobohkan karena terkena proyek pelebaran jalan.
Mas Mono pun memilih lapak baru di kawasan Tebet Raya, Jakarta Selatan.
Namun kiosnya yang sempit dan tempatnya yang tak strategis sempat
membuat Mas Mono ragu usahanya akan berkembang.
Tapi, ia tak kehilangan akal. Warungnya yang lama tak langsung
ditutup sampai batas waktu yang ditentukan oleh pemda setempat.
Tujuannya adalah ia ingin mengarahkan semua pelanggan ke warungnya yang
baru.
Berkah
Tahun 2003 ketika Mas Mono membuka warung baru, wabah flu burung sedang marak. Warung Mas Mono pun terkena imbasnya. Omzetnya menurun drastis. Melihat kondisi seperti itu, ia pun mencari jalan lain. Mas Mono menyiapkan menu baru. ”Menu masakan saya tambah. Saya menerima pesanan nasi tumpeng komplet,” jelasnya.
Tahun 2003 ketika Mas Mono membuka warung baru, wabah flu burung sedang marak. Warung Mas Mono pun terkena imbasnya. Omzetnya menurun drastis. Melihat kondisi seperti itu, ia pun mencari jalan lain. Mas Mono menyiapkan menu baru. ”Menu masakan saya tambah. Saya menerima pesanan nasi tumpeng komplet,” jelasnya.
Ternyata Dewi Fortuna menghampiri Mas Mono dan mengubah nasibnya.
Seorang pelanggan yang juga kru salah satu televisi swasta memesan nasi
kotak dalam jumlah banyak. Seiring perjalanan waktu, ayam bakar Mas Mono pun semakin berkembang
sampai seperti sekarang ini. ”Siapa pun pernah mengalami kegagalan.
Kegagalan adalah bagian kesuksesan. Orang yang bangkit dari kegagalan,
calon orang sukses,” terang Mas Mono.
Dia pun tak segan berbagi rahasia kesuksesannya dengan rekan bisnis.
”Saya tak mau bila kesuksesan ini hanya dinikmati sendiri, justru
sebaliknya. Semua ini harus dinikmati bersama. Saya banyak mendidik dan
mengarahkan teman-teman. Alhamdulilah, usaha mereka cukup berhasil,” ujarnya.
Sumber : Nyata.co.id