Sang jendral yang sedikit tidur demi menuntut ilmu syar'i
Daftar Isi
Di abad 14 dan 15 H, hanya sedikit orang yang mampu memadukan antara
ilmu dan jihad. Kondisi tersebut sungguh sangat kontras dengan kehidupan
kaum muslimin pada masa kejayaannya. Pada masa khilafah islamiyah,
ulama adalah mujahid dan mujahid adalah ulama.
Di antara contoh orang yang memadukan antara keutamaan ilmu dan jihad
pada masa kejayaan Islam adalah imam Asad bin Furat Abu Abdillah
Al-Harrani Al-Maghribi Al-Maliki, seorang ulama besar madzhab Maliki di
bumi Afrika pada abad 2 Hijriyah.
Imam Asad bin Furat dilahirkan di kota Harran, Syam (Suriah pada saat
ini) pada tahun 144 H. Saat menginjak usia remaja, ia berangkat bersama
bapaknya, Furat bin Sinan, dalam pasukan Daulah Abbasiyah yang berjihad
I benua Afrika.
Meski sejak remaja telah aktif menerjuni kancah jihad di benua
Afrika, semangatnya untuk menimba ilmu sangatlah tinggi. Di kota ilmu
Qairawan, Tunisia, ia menimba ilmu fiqih kepada imam Ali bin Ziyad
At-Tunisi, seorang qadhi (hakim) dan ahli fiqih yang merupakan salah
seorang murid senior imam Malik bin Anas.
Pada tahun 172 H ia meninggalkan Qairawan dan melakukan perjalanan ke
timur dalam rangka menuntut ilmu. Ia singgah di kota Madinah dan
belajar kepada imam Malik bin Anas. Di sinilah ia mendengarkan kitab
hadits Al-Muwatha' dari pengarangnya sendiri, imam Malik.
Setelah belajar di Madinah, ia berangkat ke Irak untuk belajar kepada
murid-murid senior imam Abu Hanifah. Di Baghdad, ia mendengar hadits dan
belajar fiqih kepada murid-murid senior imam Abu Hanifah seperti qadhi
Abu Yusuf, imam Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani dan Asad bin Amru. Murid
senior imam Abu Hanifah yang paling sering ia datangi untuk belajar
adalah imam Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani.
Di negeri Irak, Asad bin Furat juga belajar hadits kepada sejumlah
ulama seperti Yahya bin Abi Zaidah, Jarir bin Abdul Hamid, Husyaim, Abu
Syarik, Abu Bakar bin Ayyash dan lain-lain. Ia memadukan antara ilmu
fiqih dan hadits. Qadhi Abu Yusuf sendiri meriwayatkan hadits-hadits
dalam kitab Muwatha' karya imam Malik dari Asad bin Furat.
Ketekunan dan kesungguhannya dalam menuntut ilmu syar'i diabadikan
oleh tinta emas sejarah selama di ibukota Khilafah Abbasiyah ini. Ia
tekun menghadiri majlis ilmu imam Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani di
waktu siang bersama ribuan murid lainnya. Di waktu malam, ia hanya
sedikit tidur, rela melawan kantuknya demi menerima pelajaran privat
dari sang imam.
Saat tiba di rumah imam Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani, Asad bin
Furat berkata, "Saya adalah orang yang datang dari jauh dengan bekal
yang terbatas. Saya mendengar hadits dan fiqih dari Anda jarang saja,
sementara murid-murid yang belajar kepada Anda sangat banyak. Apa yang
harus saya lakukan?"
Imam Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani berkata, "Dengarkanlah pelajaran
hadits dan fiqih pada waktu siang bersama orang-orang Irak, saya akan
mengkhususkan waktu malam untukmu, sehingga kamu bisa menginap di
rumahku dan aku bisa meriwayatkan hadits kepadamu."
Sejak itu, Asad bin Furat bermalam di rumah imam Muhammad bin Hasan
Asy-Syaibani. Setiap malam imam Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani
memberikan pelajaran kepada Asad bin Furat. Imam Muhammad bin Hasan
Asy-Syaibani meletakkan baskom berisi air di sampingnya dan Asad bin
Furat duduk di hadapannya untuk menerima pelajaran. Imam Muhammad bin
Hasan Asy-Syaibani pun mulai membacakan pelajaran hadits dan fiqih.
Pelajaran berlangsung lama sejak selesai Isya' sampai hampir tengah
malam. Jika Asad bin Furat mulai capek dan mengantuk, imam Muhammad bin
Hasan Asy-Syaibani mencelupkan telapak tangannya ke dalam baskom dan
mengisinya dengan air, lalu menghamburkan air itu ke wajah Asad bin
Furat. Kontan saja Asad bin Furat terkejut, segera sadar dari buaian
kantuknya dan kembali mendengarkan pelajaran dengan sungguh-sungguh
bercampur malu.
Pelajaran malam itu berlangsung dalam waktu yang lama, sehingga Asad
bin Furat bisa menyelesaikan seluruh pelajaran hadits dan fiqih. Imam
Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani sendiri adalah seorang guru yang sangat
penyayang dan pengertian dengan kondisi murid privatnya itu. Ketika
mengetahui bekal Asad bin Furat telah habis, imam Muhammad bin Hasan
Asy-Syaibani segera memberinya bekal untuk keperluan hidup sehari-hari.
Suatu kali bekal hidup Asad bin Furat telah habis. Ia tidak memiliki
sedikit pun harta untuk membeli sesuap makanan dan seteguk minuman.
Tiada daya baginya untuk bertahan hidup, selain dengan meminum air di
pinggir jalan. Ketika hal itu diketahui oleh imam Muhammad bin Hasan
Asy-Syaibani, ia segera memberikan uang sebesar 80 dinar kepada Asad bin
Furat. Ketika Asad bin Furat hendak kembali pulang ke Qairawan, imam
Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani pula yang memberinya bekal perjalanan.
Selain meriwayatkan dan mengajarkan hadits, Asad bin Furat telah
menguasai fiqih menurut madzhab Maliki dan Hanafi. Ia belajar fiqih
madzhab Maliki dari pendirinya sendiri, imam Malik bin Anas. Ia juga
menguasai fiqih madzhab Hanafi dari dua murid senior dan tangan kanan
imam Abu Hanifah, yaitu qadhi Abu Yusuf dan imam Muhammad bin Hasan
Asy-Syaibani. Di Baghdad, Asad bin Furat membukukan fiqih madzhab
Hanafi.
Selesai menimba ilmu di Baghdad, Asad bin Furat kembali ke Qairawan
di ujung Barat benua Afrika. Ia singgah di Mesir. Di negeri ini, ia
mendatangi murid senior imam Malik bin Anas, imam Abdullah bin Wahb yang
telah berguru selama 20 tahun kepada imam Malik. Kepadanya, Asad bin
Furat menyodorkan fiqih madzhab Hanafi dan memintanya untuk menerangkan
fiqih madzhab Maliki dalam persoalan-persoalan yang dibahas oleh imam
Abu Hanifah. Imam Abdullah bin Wahb menolak permintaannya.
Asad bin Furat tidak patah semangatnya. Ia mendatangi murid senior
imam Malik bin Anas yang lainnya, yaitu imam Abdurrahman bin Qasim
Al-Itaqi yang juga telah berguru 20 tahun kepada imam Malik. Imam
Abdurrahman bin Qasim bersedia menjawab semua persoalan fiqih yang
diajukan kepadanya berdasar ilmu fiqih dan kaedah-kaedah fiqih yang ia
terima dari imam Malik. Dengan tekun, Asad bin Furat membukukan jawaban
tersebut. Jawaban tersebut kemudian dikenal sebagai Al-Masail
Al-Asadiyah, dan menjadi pelopor karya fiqih madzhab Maliki di benua
Afrika belahan Barat dan Utara.
Kembali ke Qairawan, Tunisia, Asad bin Furat menjadi seorang ulama
besar dan mufti tempat masyarakat Islam mencari jawaban atas
persoalan-persoalan agama. Para ulama hadits dan fiqih di Afrika pada
masa tersebut seperti imam Sahnun bin Sa'id, Amru bin Wahb, Sulaiman bin
Imran, Ibnu Minhal dan lain-lain belajar kepadanya.
Gubernur Afrika dari Khilafah Abbasiyah, Ziyadatullah bin Aghlab
mengangkat Asad bin Furat dan Abu Muhriz Al-Kannani sebagai qadhi di
Qairawan pada tahun 203 H. Asad bin Furat menjalankan tugasnya sebagai
ulama, mufti dan qadhi sampai tahun 212 H. Pada tahun 212 H, gubernur
Ziyadatullah bin Aghlab memberangkat pasukan jihad untuk memerangi
kerajaan Sicilia yang berkomplot dengan imperium Romawi dan membatalkan
perjanjian damai secara sepihak.
Sang ulama, mufti dan qadhi Qairawan, Asad bin Furat Al-Faqih
menawarkan dirinya menjadi komandan angkatan laut kaum muslimin. Tawaran
itu disetujui gubernur dan Asad bin Furat segera diangkat sebagai
panglima perang. Ia memimpin angkatan laut berkekuatan 12.000 mujahid,
di antaranya adalah 900 prajurit berkuda.
Keberaniannya sebagai prajurit dan keahliannya sebagai panglima
perang dicatat dengan tinta emas sejarah. Qadhi Iyadh bin Musa
Al-Yahshabi menulis tentang Asad bin Furat, "Selain memiliki ilmu dan fiqih yang mendalam, ia adalah seorang pemberani jagoan perang." (Tartibul Madarik wa Taqribul Masalik, 3/304)
Salah seorang prajurit Islam dalam perang tersebut, Sulaiman bin Salim menurutkan kesaksiannya, "Aku
menyaksikan Asad bin Furat menghadapi raja Sicilia yang membawa 150
ribu prajurit. Aku melihat Asad, tangannya mengibarkan panji Islam
sembari membaca surat Yasin. Ia membangkitkan semangat kaum muslimin,
lalu maju menggempur musuh dan kaum muslimin menyusulnya. Maka Allah
mengalahkan pasukan Nasrani. Kulihat darah Asad membasahi tiang panji di
tangannya." (Tartibul Madarik wa Taqribul Masalik, 3/306)
Sejarawan Islam dan ulama hadits, imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz-Dzahabi berkata, "Disamping
memiliki ilmu yang luas, ia adalah seorang prajurit berkuda, jagoan
perang, dan pemberani. Raja Sicilia memeranginya dengan membawa 150.000
prajurit." (Siyar A'lam An-Nubala', 10/227)
Ia berhasil mengalahkan musuh dan menaklukkan pulau Sicilia, padahal
pasukannya hanya berjumlah 12.000 prajurit melawan 150.000 prajurit
Kristen Eropa. Keberanian dan keahliannya di medan jihad segera menyebar
ke seantero Afrika dan Eropa Selatan. Nyali musuh-musuh Islam ciut
setiap kali mendengar namanya disebut.
Perjalanan jihadnya tidak berhenti dengan kemenangan di pulau
Sicilia, karena pasukan Kristen Romawi Timur, kepulauan Italia dan
Spanyol mengobarkan pertempuran lanjutan. Dalam peperangan lanjutan,
Asad bin Furat menaklukkan beberapa pulau besar di Italia Selatan
seperti Mazara dan beberapa pulau besar di Spanyol.
Pulau Sardinia di Italia Selatan hampir saja ia taklukkan setelah
dilakukan peperangan dan pengepungan yang ketat. Qadhi Iyadh bin Musa
Al-Yahshabi menulis bahwa beberapa perwira Islam dari Afrika yang iri
dengan kesuksesan jihad Asad bin Furat melakukan pengkhianatan yang
berujung terlepasnya Sardinia dari kekuasaan pasukan Asad bin Furat.
Setelah menghabiskan dua tahun terakhir usianya dari satu medan jihad
ke medan jihad lainnya di kepulauan Italia Selatan dan Spanyol, sang
qadhi dan jendral pemberani Asad bi Furat akhirnya gugur sebagai syahid
pada bulan Rabi'ul Akhir 213 H saat mengepung kota benteng Zaragosa,
Spanyol. Kuburan dan masjidnya di pulau Sicilia masih dirawat sampai
saat ini. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya yang luas kepada sang
ulama, mufti, qadhi dan jendral yang gugur dalam mendakwahkan Islam di
Italia Selatan dan Spanyol ini.
Saudaraku seislam dan seiman…
Sungguh mulia kehidupan imam Asad bin Furat Al-Maliki yang telah
memadukan keutamaan ilmu dan jihad. Sungguh tepat apa yang dinyatakan
oleh imam Ishaq bin Abdullah bin Abu Farwah rahimahullah:
أَقْرَبُ النَّاسِ مِنْ دَرَجَةِ النُّبُوَّةِ , أَهْلُ
الْعِلْمِ وَأَهْلُ الْجِهَادِ» قَالَ: «فَأَمَّا أَهْلُ الْعِلْمِ ,
فَدَلُّوا النَّاسَ عَلَى مَا جَاءَتْ بِهِ الرُّسُلُ , وَأَمَّا أَهْلُ
الْجِهَادِ فَجَاهَدُوا عَلَى مَا جَاءَتْ بِهِ الرُّسُلُ»
"Manusia yang paling dekat dengan kedudukan kenabian adalah ulama dan
mujahid. Adapun ulama, mereka menunjukkan (mengajarkan) ajaran para
rasul kepada masyarakat. Adapun mujahidin, mereka berjihad demi (membela
dan menegakkan) ajaran para rasul." (Al-Khathib Al-Baghdadi dalam Al-Faqih wal Mutafaqqih, 1/148)
Wallahu a'lam bish-shawab.
Refrensi:
- Qadhi Iyadh bin Musa Al-Yahshabi, Tartibul Madarik wa Taqribul Masalik, 3/291-309, Maghrib: Maktabah Fadhalah, cet. 1, 1966 M.
- Imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz-Dzahabi, Siyar A'lam Nubala', 10/225-228, Beirut: Muassasah Ar-Risalah, cet. 3, 1405 H.
Posting Komentar