cfFp0twC8a3yW2yPPC8wDumW5SuwcdlZsJFakior
Bookmark

Dilema Guru Dalam Mendidik Anak Millenial Generasi Cengeng

Hakim cium tangan guru SD nya.
Di era generasi milenial ini seorang guru sering dihadapkan dengan anak didik generasi cengeng.

Ketika mereka melakukan pemukulan ringan dengan tujuan untuk mendidik, maka mereka sering dihadapkan dengan HAM dan protes dari wali murid. Padahal pemukulan oleh guru adalah demi mendidik seorang anak agar tidak mengulangi kesalahan dan agar lebih disiplin. Karena proses mendidik itu lebih dari sekedar mengajar.

Tapi seringkali tindakan guru tersebut dianggap melanggar HAM hanya karena telah melakukan hukuman fisik terhadap anak didiknya.

Bukan bermaksud melindungi dan membenarkan tindak kekerasan guru terhadap anak didiknya, tapi sebagai wali murid kita harus jeli dan bisa membedakan antara proses pendidikan dengan tindakan kriminal.

Jangan hanya karena merasa dilindungi oleh HAM kita sebagai wali murid menjadi lebay, sedikit-sedikit lapor polisi dan sebagainya. Padahal HAM tidak akan bertanggung jawab ketika anak kita rusak akhlaknya.

Sebuah Pelajaran Berharga untuk Para Orang Tua Murid

Ada seorang hakim yang mengejutkan banyak orang di ruang sidang. Beliau membebaskan terdakwa lalu bergegas meninggalkan tempat duduknya untuk turun lalu mencium tangan si terdakwa.

Terdakwa yang ternyata seorang guru SD itu juga ikut terkejut dengan tindakan hakim. Namun sebelum berlarut-larut suasana keterkejutan itu, sang hakim mengatakan,
“Inilah hukuman yang harus kuberikan sebagai rasa terima kasihku kepadamu, Guru.”

Rupanya, terdakwa itu adalah guru sang hakim sewaktu SD dan hingga kini sang guru masih mengajar SD. Beliau menjadi terdakwa setelah dilaporkan oleh salah seorang wali murid, gara-gara ia memukul salah satu muridnya.

Sang guru sudah tak mengenali muridnya yang menjadi hakim itu. Namun sang hakim masih mengenali dan tahu persis bahwa pria tua yang duduk di kursi pesakitan tersebut adalah gurunya.

Sang hakim yang dulu pernah menjadi murid dari pak guru tersebut mengerti benar, bahwa pukulan dari guru itu bukanlah kekerasan. Pukulan itu tidak menyakitkan dan tidak melukai. Hanya sebuah pukulan ringan untuk mendidik dan membuat para muri lebih mengerti akhlak dan menjadi lebih disiplin. Dan pukulan seperti itulah yang mengantarnya menjadi seorang hakim seperti sekarang.

Dahulu sewaktu kita “nakal” atau tidak disiplin, seorang guru sudah terbiasa menghukum kita, bahkan mungkin pernah "memukul, menjewer atau mencubit " kita. Kemudian saat kita mengadu kepada orangtua, mereka lalu menasehati kita dan terkadang kita tambah dimarahinya.

Jadi hampir tak ada orangtua yang menyalahkan guru karena telah menghukum anak kita, karena mereka husnuzzon dan percaya bahwa itu adalah bagian dari proses pendidikan yang harus kita jalani. Buahnya, kita menjadi lebih disiplin, lebih mengerti sopan santun. Kita bisa tumbuh menjadi generasi yang tidak cengeng dan menjadi pribadi-pribadi yang sangat menghormati para guru dan orangtua.

Namun saat kita menjadi orangtua di zaman now, sering kita temukan berita wali murid melaporkan guru karena telah menghukum anaknya di sekolah.

Hingga menjadi sebuah fenomena, guru-guru terkesan membiarkan semua kelakuan siswanya. Tugas mereka hanya mengajar saja, menyampaikan pelajaran lalu selesai. Tugas utama mereka bukan lagi mendidik. Fungsi pendidikan sudah pasti akan hilang jika tidak ada kerjasama antara guru, orang tua dan masyarakat.

Jangan salahkan guru jika para murid sekarang kurang mengerti akhlak dan hasil pendidikannya tidak seperti yang diharapkan orang tua, karena mereka takut dilaporkan oleh wali murid seperti yang dialami teman seprofesinya.

Sudah banyak kasus yang terjadi, seperti beberapa guru di Sumatera Selatan telah dilaporkan wali murid dan harus berurusan dengan polisi.

Di bantaeng ada guru dipenjarakan, di Jawa Tengah, guru SD mencubit siswanya juga dipidanakan, hampir semua berlindung atas nama HAM atau undang-undang perlindungan anak. Tapi ketika moralitas anak hancur dan akhlak generasi bobrok, pernahkah HAM membuat aksi nyata memperbaiki moral dan akhlak anak bangsa?

Semoga kita para orangtua atau wali murid, bisa membangun hubungan yang lebih baik dengan para guru, bersinergi menyiapkan generasi masa depan yang berakhlak mulia. Bukan menjadi generasi cengeng dan lebay.

Post a Comment

Post a Comment

close