cfFp0twC8a3yW2yPPC8wDumW5SuwcdlZsJFakior
Bookmark

Apa Hukumnya Menggauli Istri yang Masih Iddah? Ini Penjelasan Lengkapnya

Apa hukumnya menggauli istri yang masih iddah? Simak penjelasan lengkapnya berdasarkan jenis talak dan mazhab yang diikuti dalam artikel ini.

Iddah adalah masa tunggu yang harus dijalani oleh seorang istri setelah diceraikan oleh suaminya atau ditinggal wafat oleh suaminya. Masa iddah ini memiliki hikmah dan tujuan yang mulia, yaitu untuk mengetahui keadaan rahim istri, apakah hamil atau tidak, dan untuk memberi kesempatan kepada suami untuk merujuk istrinya jika ia menyesal atau ingin berbaik-baik.

Namun, bagaimana jika suami yang telah menceraikan istrinya ingin menggaulinya lagi sebelum masa iddah berakhir? Apakah hal ini dibolehkan atau tidak? Apakah hal ini dianggap sebagai rujuk atau tidak? Inilah yang akan kita bahas dalam artikel ini.

Pengertian Iddah dan Jenis-Jenisnya

Secara bahasa, iddah berarti hitungan atau bilangan. Secara istilah, iddah adalah masa tunggu tertentu bagi seorang wanita guna mengetahui kekosongan rahimnya. Kekosongan tersebut bisa diketahui dengan kelahiran, hitungan bulan, atau dengan hitungan quru' (masa suci).

Secara umum, ada dua sebab yang menyebabkan seorang wanita beriddah, yaitu:

- Ditinggal wafat oleh suaminya

- Diceraikan oleh suaminya

Masing-masing dari kedua sebab ini memiliki ketentuan masa iddah yang berbeda-beda, tergantung pada kondisi wanita tersebut, apakah hamil atau tidak, apakah haid atau tidak, dan apakah sudah pernah bergaul dengan suaminya atau belum.

Berikut adalah ringkasan masa iddah untuk setiap kondisi wanita:

- Wanita yang ditinggal wafat suaminya dan dalam keadaan hamil, maka iddahnya adalah hingga melahirkan kandungannya.

- Wanita yang ditinggal wafat suaminya dan tidak dalam keadaan hamil, maka iddahnya adalah empat bulan sepuluh hari.

- Wanita yang dicerai suaminya dalam keadaan hamil, maka iddahnya adalah hingga melahirkan kandungannya.

- Wanita yang dicerai suaminya, tidak dalam keadaan hamil, sudah pernah bergaul suami-istri, dan sudah/masih haid, maka iddahnya adalah tiga kali quru' (masa suci).

- Wanita yang dicerai suaminya, tidak dalam keadaan hamil, sudah pernah bergaul suami-istri, dan belum haid atau sudah berhenti haid (menopause), maka iddahnya adalah tiga bulan.

- Wanita yang dicerai suaminya namun belum pernah bergaul suami-istri, maka iddahnya adalah sampai ia keluar dari rumah suaminya.

Hukum Menggauli Istri yang Masih Iddah

Setelah mengetahui pengertian dan jenis-jenis iddah, kita akan membahas hukum menggauli istri yang masih dalam masa iddah. Pertama-tama kita harus membedakan antara dua jenis talak (cerai) yang bisa dijatuhkan oleh suami kepada istrinya, yaitu:

- Talak raj'i (talak satu atau dua), yaitu talak yang masih bisa dirujuk oleh suami tanpa perlu akad baru selama masa iddah belum berakhir.

- Talak ba'in (talak tiga), yaitu talak yang tidak bisa dirujuk oleh suami kecuali istri telah menikah dengan pria lain dan bercerai dengannya dengan cara yang sah.

Jika suami telah menjatuhkan talak ba'in kepada istrinya, maka ia tidak boleh menggaulinya lagi dalam keadaan apapun, baik sebelum maupun sesudah masa iddah berakhir. Jika ia melakukannya, maka ia telah berbuat zina dan harus dikenai hukuman had sesuai dengan syariat.

Jika suami telah menjatuhkan talak raj'i kepada istrinya, maka ia masih memiliki hak untuk merujuk istrinya selama masa iddah belum berakhir. Namun, bagaimana cara rujuk yang sah menurut syariat? Apakah cukup dengan menggauli istrinya atau harus dengan ucapan?

Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Menurut mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali, rujuk bisa dilakukan dengan ucapan atau perbuatan yang menunjukkan keinginan untuk kembali bersama, seperti menggauli, mencium, atau bercumbu. Menurut mereka, rujuk adalah membolehkan kembali apa yang telah diharamkan oleh talak, sehingga cukup dengan perbuatan yang menunjukkan hal itu.

إذا طلَّقَ الحُرُّ طَلْقةً أو طَلْقتينِ، أو طلَّقَ العبْدُ طلْقة بعد الدُّخولِ بلا عِوَضٍ، فلهُ قبلَ أن تنقضي العِدَّةُ أنْ يُراجِعَ -سواءٌ رَضِيَتْ أمْ لا- ولهُ أنْ يُطلِّقها، وإنْ ماتَ أحدُهُما ورِثَهُ الآخرُ، لكنْ لا يحِلُّ لهُ وَطْؤُها ولا النَّظرُ إليها ولا الاستمتاعُ بها قبلَ المُراجعةِ، وإنْ كانَ الطَّلاقُ قبلَ الدُّخول، أو بعدَهُ بعِوضٍ، فلا رجعةَ لهُ، ولا تصِحُّ الرَجعةُ إلا باللفظِ فقط، فيقولُ: راجَعْتُها، أو ردَدْتُها، أو أمْسَكْتُها

Artinya, “Ketika suami merdeka menalak dengan talak satu atau dua; atau seorang budak menalak dengan talak satu, setelah adanya jimak dan talaknya tanpa tebusan, maka suami boleh merujuk istrinya sebelum masa habis iddahnya, baik istrinya rela ataupun tidak. Selain itu, suaminua boleh kembali menjatuhkan talak kepadanya. Jika salah seorangnya meninggal, maka yang lain bisa mewarisi. Namun, sang suami tidak boleh menggauli istrinya, tidak boleh memandangnya, tidak boleh bersenang-senang bersamanya sebelum merujuknya. Kemudian, jika talak terjadi sebelum jimak, atau seteleah jimak tetapi dengan tebusan, maka tidak ada hak rujuk baginya (suami). Selanjutnya, tidak sah rujuk kecuali dengan ucapan saja. Seperti si suami mengatakan, “Aku merujuknya,” atau, “Aku mengembalikannya,” atau, “Aku menahannya lagi.” (Ibnun Naqib, Umdatus Salik wa Iddatun Nasik, jilid I, halaman 219).  

Namun, menurut mazhab Syafi'i, rujuk hanya bisa dilakukan dengan ucapan, tidak bisa dengan perbuatan. Alasannya, rujuk adalah membolehkan sebagian perkara yang perlu disaksikan. Sehingga seperti akad nikah, harus dengan ucapan. Lagi pula, talak itu menghapus ikatan pernikahan, sehingga tidak boleh menggauli istri yang telah diceraikan sebelum merujuknya dengan ucapan yang jelas.

Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa hukum menggauli istri yang masih iddah tergantung pada jenis talak dan mazhab yang diikuti. Jika talaknya adalah talak ba'in, maka haram hukumnya menggauli istri yang masih iddah. 

Jika talaknya adalah talak raj'i, maka boleh hukumnya menggauli istri yang masih iddah menurut mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali, dan dianggap sebagai rujuk. Namun, tidak boleh hukumnya menggauli istri yang masih iddah menurut mazhab Syafi'i, dan tidak dianggap sebagai rujuk.

Ketentuan dan Rukun Rujuk 

Secara umum, ketentuan dan rukun rujuk sudah dirangkum oleh Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam kitabnya. 

وركن الرجعة عند الحنفية: الصيغة أو الفعل فقط، وعند الجمهور: أركانها ثلاثة: مرتجع، وزوجة، وصيغة فقط عند الشافعية وكذا وطء عند الحنابلة، أو فعل أو نية عند المالكية

Artinya, “Rukun rujuk menurut mazhab Hanafi adalah redaksi rujuk atau perbuatan saja. Sementara menurut jumhur ulama ada tiga: suami yang merujuk, istri yang dirujuk, dan redaksi rujuk saja. Ini pula pandangan mazhab Syafi’i. Namun ditambah boleh dengan jimak menurut ulama Hanbali. Atau dengan suatu perbuatan atau suatu niat menurut ulama Maliki. (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, jilid IX, halaman 6987). 

Berbeda dengan pandangan mazhab Syafi’i yang tidak memperbolehkan rujuk dengan jimak, jumhur ulama (Hanafi, Maliki, dan satu riwayat mazhab Hanbali) justru berpendapat sebaliknya. 

Menurut mereka, rujuk bisa dilakukan dengan jimak, mencium, menyentuh dengan syahwat, dan melihat kemaluan. Sebab, rujuk artinya mengembalikan istri ke dalam ikatan perkawinan, sehingga mengembalikan sesuatu tidak mesti dengan ucapan. (Tim Kementerian Wakaf dan Urusan Keislaman Kuwait, Al-Mausu’atul Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, [Kuwait: Darus Salasil], 1427 H, jilid XXII, halaman 149). 

Kesimpulan

Iddah adalah masa tunggu yang harus dijalani oleh seorang istri setelah diceraikan atau ditinggal wafat oleh suaminya. Masa iddah ini memiliki ketentuan yang berbeda-beda tergantung pada sebab dan kondisi wanita tersebut.

Hukum menggauli istri yang masih iddah tergantung pada jenis talak dan mazhab yang diikuti. 

  • Jika talaknya adalah talak ba'in, maka haram hukumnya menggauli istri yang masih iddah. 
  • Jika talaknya adalah talak raj'i, maka boleh hukumnya menggauli istri yang masih iddah menurut mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali, dan dianggap sebagai rujuk. 
  • Namun, tidak boleh hukumnya menggauli istri yang masih iddah menurut mazhab Syafi'i, dan tidak dianggap sebagai rujuk.

Semoga artikel ini bermanfaat dan memberikan pengetahuan yang berguna bagi pembaca. Jika ada pertanyaan atau saran, silakan tulis di kolom komentar di bawah ini.

Sumber referensi:

(1) https://islami.co/adakah-masa-iddah-bagi-suami/.
(2) https://islam.nu.or.id/nikah-keluarga/istri-masih-iddah-bolehkah-suami-langsung-ajak-hubungan-intim-abzcq.
(3)https://islam.nu.or.id/post/read/108744/ketentuan-masa-iddah-perempuan-dalam-islam.
(4) https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/larangan-saat-masa-iddah.
(5) https://islam.nu.or.id/post/read/108875/3-hal-yang-harus-diperhatikan-saat-suami-ingin-rujuk.
Post a Comment

Post a Comment

close