cfFp0twC8a3yW2yPPC8wDumW5SuwcdlZsJFakior
Bookmark

Hukum Menyajikan Daging Aqiqah dalam Walimah: Efektifitas dan Efisiensi

Pada dasarnya hukum aqiqah dan kurban atau udhiyah memiliki persamaan dalam hal niat, jenis hewan, umur, kesehatan, dan aspek lainnya. Namun, terdapat perbedaan penting di antara keduanya terkait dengan pengelolaan daging aqiqah setelah dimasak. 

Beberapa orang memanfaatkan daging aqiqah ini sebagai sajian walimah. Dalam hal ini, aqiqah dan walimah dilakukan bersamaan, dengan daging aqiqah dimasak dan dihidangkan kepada tamu-tamu yang hadir dalam walimah tersebut.

Menariknya, bagaimana sebenarnya hukumnya menggunakan daging aqiqah yang sudah dimasak sebagai hidangan untuk tamu-tamu walimah? Mari kita cari tahu penjelasannya.

Efektifitas dan Efisiensi Menyajikan Daging Aqiqah dalam Walimah

Dalam hal praktikalitas, menghidangkan hidangan dari daging aqiqah dalam walimah terlihat lebih efektif dan efisien. Pemilik hajat tidak perlu repot mengantarkan hidangan daging aqiqah, karena tamu-tamu akan datang dengan undangan walimah. Dengan cara ini, tujuan aqiqah dan walimah bisa tercapai secara bersamaan.

Kewajiban Mensedekahkan Daging Aqiqah

Namun, aqiqah adalah ibadah yang termasuk dalam kategori sunah muakkad dan memiliki ketentuan-ketentuan khusus. Salah satu ketentuannya adalah mensedekahkan daging aqiqah setelah dimasak dan membagikannya kepada orang-orang fakir. 

Syekh Zainuddin al-Malibari, seorang ahli fiqih dari mazhab Syafi'i, menjelaskan dalam kitabnya, Fathul Mu'in, bahwa:

والتصدق بمطبوخ يبعثه إلى الفقراء: أحب من ندائهم إليها ومن التصدق نيئا

Artinya: "Mensedekahkan daging aqiqah setelah dimasak kemudian mengirimkannya kepada orang-orang fakir lebih disukai daripada mengundang mereka (untuk hadir ke rumah hal ini berdasarkan perkataan Aisyah Ra bahwasanya hal ini hukumnya sunah), dan lebih baik daripada mensedekahkan daging mentah." (Zainuddin Ahmad bin Abdul Aziz al-Malibari, Fathul Mu'in ,[Bairut, Darul Hazm], halaman 304).

Penjelasan ini menunjukkan bahwa lebih disukai (ahabbu) untuk menyedekahkan daging aqiqah yang sudah dimasak dan mengirimkannya langsung kepada penerima manfaat. 

Namun penjelasan tersebut tidak secara jelas menyebutkan hukum mengundang penerima daging aqiqah ke rumah. Hanya disebutkan bahwa lebih disukai untuk mengantarkan hidangan daging aqiqah daripada mengundang orang-orang untuk makan di rumah.

Perspektif Mazhab Maliki: Mengundang Tamu untuk Menikmati Hidangan Aqiqah

Di sisi lain, seorang ulama dari mazhab Maliki, Syihabuddin an-Nafrawi, memberikan penjelasan yang lebih tegas tentang hukum mengundang orang-orang untuk menikmati hidangan aqiqah dan menjadikannya sebagai sajian dalam walimah, serupa dengan walimatul ursy. Dalam kitabnya, Al-Fawakih ad-Dawani, ia menjelaskan bahwa Dalam kitabnya, Al-Fawakih ad-Dawani ia menjelaskan: 

(وَ) يُسْتَحَبُّ أَنْ (يُؤْكَلَ) أَيْ يُطْعَمَ (مِنْهَا) أَهْلُ الْبَيْتِ وَالْجِيرَانُ (وَيُتَصَدَّقُ) مِنْهَا بَعْدَ الطَّبْخِ وَقَبْلَهُ، وَيُكْرَهُ جَعْلُهَا وَلِيمَةً وَيَدْعُو لَهَا النَّاسَ كَمَا تَفْعَلُهُ النَّاسُ مِنْ جَعْلِهِمْ لَهَا كَالْعُرْسِ، وَإِنَّمَا كُرِهَ لِمُخَالَفَةِ فِعْلِ السَّلَفُ، وَلِخَوْفِ الْمُبَاهَاةِ وَالْمُفَاخَرَةِ، بَلْ الْمَطْلُوبُ إطْعَامُ كُلِّ أَحَدٍ فِي مَحَلِّهِ، فَلَوْ وَقَعَ عَمَلُهَا وَلِيمَةً أَجْزَأَتْ، وَإِنْ كُرِهَتْ، وَلَا يُطَالَبُ بِإِعَادَتِهَا، وَاَللَّهُ أَعْلَمُ

Artinya, "Disunahkan untuk memberi makan keluarga dan tetangga dari daging aqiqah dan untuk mensedekahkannya setelah dimasak dan sebelumnya. Dimakruhkan menjadikan daging aqiqah sebagai sajian walimah dan mengundang masyarakat sebagaimana yang dilakukan orang-orang yang menjadikan daging aqiqah sebagai sajian walimah seperti walimatul ursy. Hal ini, dimakruhkan karena menyelisihi perbuatan ulama salaf, dan karena ditakutkan timbulnya rasa membanggakan diri dan sombong. Akan tetapi yang dituntut adalah memberi makan kepada setiap orang yang berada di tempatnya. Apabila menjadikan aqiqah sebagai walimah maka hal itu tetap mencukupi sekalipun hal tersebut dimakruhkan dan ia tidak dituntut untuk mengulangi akikahnya. Wallahu a'lam." (Syihabuddin an-Nafrawi al-Azhari al-Maliki, Al-Fawakih ad-Dawani, [Bairut, Darul Fikr: 1415 H] juz I halaman 393). 

Walhasil, hukum menjadikan daging aqiqah yang sudah dimasak menjadi sajian untuk tamu-tamu walimah adalah makruh. Karena kesunahannya adalah mengantar masakan aqiqah kepada masing-masing penerimannya. Bukan mengundang mereka untuk makan di rumahnya sebagai sajian walimah balik itu walimah khitan, walimah ursy dan sejenisnya.

Memahami Makruh dan Kesunahan dalam Aqiqah

Menurut para ulama, memasak daging aqiqah dan mengundang tamu-tamu walimah untuk makan di rumah sebagai sajian walimah ursy dan sejenisnya adalah tindakan yang makruh. Hal ini karena bertentangan dengan praktik yang disunnahkan, yaitu mengantar masakan aqiqah kepada masing-masing penerima. Praktik ini menghormati niat murni di balik aqiqah, yaitu untuk memberikan manfaat langsung kepada mereka yang berhak menerimanya.

Menghargai Tradisi Ulama Salaf

Praktik mengundang tamu untuk makan daging aqiqah yang sudah dimasak sering kali berakar dari dorongan ingin membagikan kebahagiaan dengan orang lain. Namun, perlu diingat bahwa ulama salaf telah memberikan pedoman yang jelas mengenai tata cara aqiqah. 

Menyelisihi praktik mereka dapat mengarah pada rasa bangga diri dan sombong yang tidak diinginkan. Dalam menghormati ulama salaf, mari kita mengikuti jejak mereka dengan penuh kesungguhan dan mencontoh praktik yang telah mereka ajarkan.

Makruh, Namun Cukup Diterima

Walaupun memasak daging aqiqah untuk tamu-tamu walimah dianggap makruh, penting untuk diingat bahwa pelaksanaan aqiqah yang telah dilakukan sudah mencukupi (sudah sah secara fiqih). Tidak ada tuntutan untuk mengulangi aqiqah tersebut. 

Oleh karena itu, kita tidak perlu merasa khawatir dan bersalah jika pernah melakukan praktik yang tidak disarankan. Yang terpenting adalah kesadaran kita dalam menghormati tradisi dan aturan yang telah ditetapkan.

Menghidangkan Kebaikan dan Menjaga Tradisi Aqiqah

Agar lebih memahami esensi aqiqah, kita perlu mengedepankan nilai-nilai kebaikan yang terkandung di dalamnya. Sebagai gantinya, kita dapat menyumbangkan daging aqiqah kepada mereka yang membutuhkan atau mengantar masakan aqiqah secara pribadi kepada penerima haknya. Dengan cara ini, kita tidak hanya menghormati ajaran ulama salaf, tetapi juga memperkuat tradisi aqiqah yang berlandaskan pada kasih sayang dan kepedulian terhadap sesama.

Mengakhiri dengan Penuh Kepedulian

Dalam hal ini, terdapat tantangan bagi umat Muslim yang ingin menyajikan daging aqiqah dalam walimah mereka. Mereka perlu mempertimbangkan pandangan yang berbeda dari para ulama dan merenungkan makna serta tujuan dari aqiqah itu sendiri. 

Penting untuk diingat bahwa mensedekahkan daging aqiqah kepada orang-orang fakir adalah bagian integral dari ajaran aqiqah, yang mengajarkan tentang solidaritas sosial dan perhatian terhadap mereka yang kurang beruntung.

Mungkin solusi terbaik adalah mencari jalan tengah yang mempertimbangkan pandangan ulama dan tetap memenuhi tuntutan keagamaan. Misalnya, membagikan daging aqiqah yang sudah dimasak kepada orang-orang fakir dan menyediakan hidangan lain untuk tamu-tamu walimah. Dengan demikian, dapat diwujudkan nilai-nilai aqiqah yang lebih luas, sambil tetap menjaga kebersamaan dan merayakan momen bahagia bersama keluarga dan teman-teman.

Pada akhirnya, kita harus mengingat bahwa pemahaman dan pengamalan agama adalah proses yang terus berkembang. Hal ini memungkinkan adanya perbedaan pendapat di antara para ulama dan memberikan ruang bagi refleksi serta penyesuaian dalam menjalankan ibadah-ibadah seperti aqiqah dan walimah. 

Sejalan dengan itu, penting bagi setiap individu untuk berkonsultasi dengan ulama terpercaya dalam mengambil keputusan yang terbaik dalam melaksanakan ajaran agama yang benar.

Sumber referensi: NU Online 

Post a Comment

Post a Comment

close