cfFp0twC8a3yW2yPPC8wDumW5SuwcdlZsJFakior
Bookmark

Membongkar Kisah dan Fatwa Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari yang Membuat Haji Tidak Wajib

"Rahasia Kontroversial: Fatwa Haji Tidak Wajib dan Perjuangan Kemerdekaan. Kisah inspiratif Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari."

Jamaah Haji Indonesia pada Masa Perang: Misteri yang Tertutupi

Pada tahun 1941 M hingga 1949 atau 1359 H hingga 1368 H, tidak ada data resmi mengenai jumlah jamaah haji Indonesia. Keberangkatan orang Indonesia untuk menunaikan ibadah haji saat itu masih menjadi pertanyaan besar. 

Meskipun kemungkinan ada yang berangkat ke tanah suci, peluangnya sangat kecil karena lautan dijaga ketat oleh pasukan Angkatan Laut penjajah. Periode tersebut juga merupakan masa perang dunia kedua yang menghancurkan dunia.

Dibalik Fatwa Larangan Haji yang Mengubah Sejarah

Selain dampak perang yang mencekam, kelangkaan jamaah haji pada periode tersebut juga disebabkan oleh fatwa yang dikeluarkan oleh Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari, pemimpin tertinggi Masyumi, yang menyatakan bahwa haji tidak wajib dilaksanakan pada tahun 1947.

"Pada saat musuh menyerang untuk menjajah dan merusak agama, umat Islam Indonesia dilarang meninggalkan tanah air. Oleh karena itu, haji tidak wajib dilakukan ketika umat Islam berperang melawan penjajah dan membela agama." (Mursyidi dan Harahap, 1928: 28 dalam Naik Haji di Masa Silam, 2019: 72).

Seperti yang kita ketahui, haji adalah ibadah yang wajib bagi umat Islam yang mampu melakukannya. Kemampuan ini dinilai berdasarkan kondisi fisik, keuangan, pengetahuan, dan ketersediaan waktu. Namun, seperti ibadah lainnya, aturan mengenai haji dapat berubah tergantung pada alasan dan kondisi yang mendasarinya.

Fatwa ini dikeluarkan oleh ulama besar seperti Kiai Hasyim dengan dasar yang kuat dan pertimbangan yang matang. Sebagai seorang pemimpin spiritual, Kiai Hasyim melihat bahwa ada hal yang lebih penting daripada hanya melaksanakan ibadah haji yang hanya bermanfaat secara pribadi. Ada manfaat yang lebih besar yang dapat dirasakan oleh banyak orang, yaitu kemerdekaan Indonesia yang utuh.

Fatwa ini berkaitan dengan kondisi sosial dan politik pada saat itu yang mewajibkan umat Islam untuk berperang melawan penjajah untuk mencapai kemerdekaan penuh bagi Indonesia. 

Pada tanggal 22 Oktober 1945, Kiai Hasyim mengeluarkan fatwa Resolusi Jihad yang mewajibkan seluruh umat Islam untuk berpartisipasi dalam perang dan memperbolehkan pemendekan waktu shalat.

Untuk menghentikan perlawanan yang kuat, pihak Belanda di Indonesia, melalui Van der Plas, menawarkan fasilitas perjalanan haji dan menjamin keamanannya. Tawaran ini menarik minat umat Islam Indonesia saat itu. Namun, fatwa Kiai Hasyim membuat tawaran tersebut kehilangan arti dan makna.

Alasan Utama Fatwa Larangan Haji

Abdul Mun'im DZ dalam bukunya "Kiai Hasyim Mengharamkan Haji Politis" (2016: 271) mencatat dua alasan utama di balik penerbitan fatwa ini. 

Pertama, Indonesia belum memiliki kapal sendiri untuk mengirim jamaah haji. Jika umat Islam pergi haji dengan menggunakan fasilitas yang disediakan oleh Belanda, yang pada dasarnya merupakan penjajah, maka mereka akan memberikan keuntungan ekonomi kepada penjajah tersebut. 

Kedua, ada keuntungan politis yang lebih besar di balik fatwa tersebut, yaitu masyarakat Indonesia tidak akan terlalu tergantung pada pihak Belanda. Hal ini akan menghambat sepenuhnya perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Selain itu, tindakan Hadratussyekh dalam menerbitkan fatwa ini juga sesuai dengan konsep "dar’ul mafasid muqaddamun ‘ala jalbil mashalih", yang berarti mengutamakan menghindari kerusakan daripada meraih keuntungan. Dalam konteks perang tersebut, menghindarkan Indonesia dari kemungkinan kehancuran dan penjajahan kembali harus diutamakan daripada melaksanakan ibadah haji.

Tidak dapat disangkal bahwa dengan adanya fatwa ini, umat Islam Indonesia bersiap dan bergerak untuk melawan Agresi Militer Belanda pertama pada tahun 1947 dan Agresi Militer Belanda kedua pada tahun 1948. Perlawanan tersebut akhirnya membuahkan hasil, dan bangsa Indonesia berhasil meraih kemerdekaan sepenuhnya.

Kisah mengejutkan tentang fatwa Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari ini tidak hanya menyoroti aspek keagamaan, tetapi juga melibatkan konteks sejarah dan perjuangan kemerdekaan Indonesia. 

Keputusan yang diambil oleh seorang ulama besar ini memiliki dampak yang luar biasa bagi perjalanan sejarah bangsa. Fatwa ini memperlihatkan kesadaran dan komitmen ulama terhadap perjuangan kemerdekaan bangsa dan menjadikannya bagian yang tak terpisahkan dari perjuangan politik pada masa itu.

Dalam keadaan yang penuh tantangan seperti itu, fatwa ini membuktikan keberanian Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari untuk mengambil keputusan yang kontroversial demi kepentingan yang lebih besar. Fatwa tersebut menjadi salah satu contoh penting bagaimana agama dan politik dapat saling terkait dalam konteks sejarah yang kompleks.

Dengan memahami latar belakang dan alasan di balik fatwa ini, kita dapat melihat betapa pentingnya konteks historis dan pemikiran yang mendalam dalam memahami perjalanan agama dan sejarah suatu bangsa. 

Kisah ini mengingatkan kita akan keberanian para pemimpin spiritual dalam menghadapi situasi sulit dan menunjukkan bagaimana nilai-nilai keagamaan dapat menjadi pendorong perubahan yang signifikan dalam sejarah suatu bangsa.

Dampak fatwa larangan haji oleh kyai Hasyim Asy'ari

Melalui fatwa ini, Hadratussy syekh KH Hasyim Asy'ari membawa pengaruh yang mendalam dalam perjalanan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Keputusan yang diambilnya untuk menjadikan haji tidak wajib pada tahun 1947 telah memicu semangat perlawanan dan menyatukan umat Islam dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa.

Kisah ini mengajarkan kita pentingnya menggali lebih dalam sejarah dan peran ulama dalam menghadapi situasi yang kompleks. Fatwa tersebut menjadi sebuah strategi yang cerdik dalam memanfaatkan kekuatan agama untuk menggerakkan umat Islam menuju tujuan yang lebih besar.

Sumber: NU Online

Post a Comment

Post a Comment

close